Perjalanan Hidupku Bersama Al Qur’an

Standar

Perkenalanku dengan Al Qur’an sebagai kitab suci umat Islam dimulai sejak ayahku mendapat hidayah dan bersyahadat hingga membawa kami sekeluarga mengikuti jalan hidayah-Nya. Waktu itu aku baru saja naik ke kelas 5 SD.

Seorang guru ngaji yang telah dikenal dengan baik dipanggil ayahku ke rumah seminggu sekali untuk mengajariku membaca dan menulis Al Qur’an bersama dua orang adikku.

Huruf-huruf hijaiyyah yang semula masih asing mulai kami pelajari satu demi satu. Kami belajar merangkai hurufnya, membaca ayat-ayat Al Qur’an secara bertahap. Saat masuk SMPN, dengan adanya materi pelajaran agama Islam di dalamnya membuatku lebih sering bertemu dengan ayat-ayat Al Qur’an. Tapi aku masih belum lancar membacanya.

Sejak belajar di pesantren, aku menjadi lebih lancar dalam membaca dan menulis ayat Al Qur’an. Bahkan aku mulai menikmati setiap kali mempunyai kesempatan membaca ayat demi ayat-Nya. Terlebih di sana tak hanya sekedar mempelajari cara membaca surat-surat pendek seperti sebelumnya, tapi lebih memperdalamnya dengan belajar tafsir, tahsin dan tahfizh.

Setelah lulus dari pesantren dan kuliah di Yogyakarta, Al Qur’an masih kujadikan teman sejatiku meski sudah tak seintens saat di pesantren. Kehidupan dan pergaulan muda mudi yang selama ini tak kutemui di pesantren, mulai mempengaruhiku.

Apalagi saat aku mulai bekerja di Jakarta. Sehingga perintah menutup aurat yang bersumber dari Al Qur’an dan telah diajarkan dari pesantrenpun mulai berani kulanggar. Seiring dengan gegap gempitanya kehidupan di kota metropolitan, Al Qur’an malah makin kutinggalkan.

Kehampaan hati dan kegersangan jiwa mulai kurasakan. Tapi masih saja hati ini belum tergerak untuk menyentuh Al Qur’an kembali. Tapi ketika mulai bergabung dengan Yayasan Haji Karim Oei Pusat di Masjid Lautze, Al Qur-an mulai kubuka kembali. Hingga akhirnya di sana jugalah aku dipertemukan dengan imam hidupku.. 🙂

Suamiku adalah seorang mualaf yang tak pernah mengenyam pendidikan di pesantren sama sekali. Bahkan belum bisa membaca Al Qur’an.

Namun ghirah Islamnya yang tinggi membuatnya sukses menghafal beberapa surat pendek dari Al Qur’an. Hingga ia mampu menjadi imam saat shalat bersama keluarga.

Dan yang sampai sekarang membuatku salut adalah keistiqamahannya dalam menjaga shalat. Setiap kali azan berkumandang suamiku spontan mengambil air wudlu dan segera shalat di awal waktu. Begitu selalu yang kuperhatikan sejak pertama kali aku mengenalnya 20 tahun yang lalu hingga kini.

Saat kurenungkan, aku sempat berpikir bahwa bisa jadi Allah Swt. telah mengirim suamiku sebagai pengingatku dalam beribadah dan mengamalkan ajaran-Nya. Melalui sarannya, aku kembali berhijab. Ia juga selalu mengingatkanku untuk shalat tepat waktu.

Suamiku seorang pejuang Subuh. Sebelum masuk waktu Subuh suamiku sudah siap berangkat ke masjid di belakang rumah kami untuk mengikuti shalat Subuh berjamaah.

Semua kondisi itu sangat mendukungku untuk kembali bersemangat dalam membaca dan mempelajari Al Qur’an. Terlebih sejak bergabung dengan One Day One Juz dan mengikuti beberapa majelis ta’lim.

Meskipun sesekali virus malas dan suka menunda waktu datang menyerang, namun saat melihat semangat ibu-ibu yang rajin mengikuti majelis ta’lim dalam rangka mengaji dan mengkaji Al Qur’an, membuatku malu dan termotivasi.

Bagaimana tidak? Sebagian dari ibu-ibu itu bahkan sudah berusia lanjut, hingga berjalanpun sudah tertatih-tatih. Tapi semangat mereka untuk datang ke masjid meski jaraknya cukup jauh dari rumah mereka demi mengikuti majelis ta’lim serta mengaji dan mengkaji Al Qur’an sungguh luar biasa. Di antara mereka ada yang menjadi pembimbing tilawah Al Qur’an. Mereka seakan berlomba untuk meraih keutamaan Al Qur’an.

Rasulullah Saw. pun telah bersabda tentang keutamaan Al Qur’an dalam beberapa hadits berikut ini:

خيركم من تعلم القرآن وعلمه

Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya”.
(HR Bukhari: 5027).

إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما، ويضع به آخرين

Sesungguhnya dengan Kitab inilah (Al-Quran), Allah mengangkat derajat suatu kaum dan merendahkan derajat selain mereka”.
(HR Muslim: 817).

الصيام والقرآن يشفعان للعبد يوم القيامة

“Puasa dan Al-Quran akan memberikan syafaat pada seorang hamba dihari kiamat kelak”.
(HR Ahmad:6626, dan al-Hakim: 1/554, hasan li ghairihi).

[Sumber: http://wahdahdotordotid/empat-syafaat-al-quran/]

Semoga kami dapat selalu beristiqamah dalam mengaji dan mengkaji Al Qur’an di tengah nikmatnya kesenangan duniawi yang kadang melalaikan.
Aamiin ya rabbal’aalamiin..

Satu tanggapan »

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.