Universitas Kehidupan

Standar

Liburan kuliah yang panjang tak hanya menjadi kesempatan terbaik bagi Salma (putriku) untuk menuangkan hobi menggambar sepuas-puasnya ke dalam beberapa karya ilustrasi atau sekedar coretan imajinasinya.

Liburan ini juga menjadi saat yang paling kunantikan. Karena pada masa itulah kami bisa menikmati quality time bersama. Tak setiap saat aku bisa menikmati masa yang menyenangkan ini ketika Salma sedang kuliah.

Mengobrol berdua bersama Salma sambil makan sashimi kesukaannya atau ‘kruntelan‘ bersamanya di kasur sambil mengelus-elus telapak tangannya (seperti kesukaannya semenjak kecil), sudah cukup menyenangkan hati kami.

Biasanya tema yang diobrolin seputar teman-teman kuliahnya dengan berbagai sifat dan keunikannya. Atau tentang kesibukannya selama kuliah dengan tugasnya yang bejibun. Juga tentang proyek-proyek yang sedang diambilnya.

Tapi malam itu rupanya Salma ingin minta waktu khusus denganku. Ia ingin mengobrol sesuatu yang lebih serius bersamaku. Aku menyambutnya dengan baik. Dengan senang hati kupersiapkan waktuku untuk menyimak semua curhat dan obrolannya.

Sejenak kulihat wajahnya yang tampak murung. Seperti memikirkan sesuatu.

S: “Ma, maaf ya Ma… Selama kuliah ini saya belum punya sesuatu yang bisa membanggakan Mama Papa. Beda banget sama waktu dulu pas masih SMP atau SMA. Dulu kan sering menang lomba dan di sekolah juga masih bisa masuk 5 besar. Tapi sekarang… Boro-boro punya prestasi, Ma… ”

I: “Hmmm, Mama dengar dari seorang Psikolog di ITB memang mayoritas seperti itulah yang sering dikeluhkan oleh para mahasiswanya. Dulu di sekolahnya masing-masing mereka punya banyak prestasi.

Setelah masuk ITB dan bertemu dengan teman-teman barunya yang juga memiliki banyak prestasi di sekolah sebelumnya, prestasi mereka jadi seperti tenggelam. Itulah yang namanya di atas langit ada langit.

Dengan kondisi semacam ini bagaimana pun tetap ada efek positifnya. Karena malah bisa membuat kita jadi lebih memahami, bagaimana rasanya ketika kita sedang tidak berada pada posisi di atas/yang diharapkan. Sehingga akan mencegah diri dari keangkuhan dan meremehkan orang lain.

Jadi buat Mama nggak masalah kok, Salma… Ada pembelajaran berharga di dalamnya. Yang penting Salma tetap rajin belajar dan survive. Nanti ada saatnya Salma bisa kembali meraih prestasi.

Di luar itu semua, yang membanggakan bagi Mama dan Papa sebetulnya tak selalu berupa prestasi dengan menang lomba atau rangking di sekolah.

Ketika Salma mampu hidup mandiri, sering kontak Mama Papa, bisa menjaga diri, tetap rajin shalat dan baca Al Quran… Bagi Mama itu sudah merupakan pencapaian Salma yang sangat membanggakan.

Lagipula kan Salma sudah banyak membantu Mama, sering bikin ilustrasi di buku-buku Mama. Bahkan bikin logo Rumah Belajar Cirebon yang sekarang jadi branding-nya.”
Senyum Salma mulai merekah.

S: “Oh gitu ya…Terima kasih Ma… Tapi kenapa ya saya belakangan ini jadi cenderung apatis?”

I: “Apatis itu biasanya timbul karena merasa dirinya tak dianggap dalam suatu komunitas sehingga cenderung menarik diri. Padahal bisa jadi perasaan itu timbul karena kurang percaya diri. “

S: “Iya Ma… Saya memang belakangan merasa kurang percaya diri. Saya lihat teman-teman kuliah saya itu pada bagus komunikasinya. Pada punya prestasi. Yang perempuan juga pada cantik dan cerdas. Sedangkan saya? Sudah jerawatan, kaku komunikasinya, belum punya prestasi lagi.”

Salma murung lagi. Aku memeluk Salma.

I: “Hayo Salma. Jangan berkata seperti itu lagi ya… Salma harus banyak bersyukur karena sudah berhasil melewati 4 semester di ITB. Padahal waktu itu sempat terpikir salah jurusan kan…. Tapi terbukti Salma bisa tangguh dan pencapaiannya pun masih terbilang bagus.”

“Salma juga cantik kok… Masalah jerawat, nanti juga bisa hilang. Masalah kekakuan dalam berkomunikasi, dengan sering bertemu banyak orang , nanti Salma akan luwes bergaul dengan sendirinya.”

Jadi sekarang semangat lagi ya Salma… Karena memang tak ada lagi yang perlu Salma resahkan dari diri Salma. Pada dasarnya memang Salma tidak ada masalah dan semua baik-baik saja.

Salma mengangguk dengan bola mata yang berbinar. Senyumnya pun kembali mengembang.

I: “Nah, Salma… Sebetulnya sekarang Salma sedang menempuh dua perkuliahan, lho… Yang pertama kuliah di ITB dan yang kedua kuliah di Universitas Kehidupan.”

Salma tampak menyimak dengan serius.

“Kalau materi perkuliahan di ITB kan Salma sudah paham ya…
Nah kalau materi penting yang perlu Salma kuasai dari Universitas Kehidupan adalah sebagai berikut:

1. Perbanyak mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan menjaga shalat, sering berzikir dan membaca Al Qur’an. Kalau ada masalah, curhatlah pada-Nya terutama di sepertiga malam. Mohon ampun dulu atas semua dosa yang pernah dilakukan. Tumpahkan semua masalah yang ada. Dan mohon pertolongan-Nya.

Setelah itu maksimalkan baktimu kepada kedua orang tua agar setiap langkahmu mendapat berkah.

2. Selalu ucapkan kata-kata yang positif. Agar aura dan semua hal yang positif melingkupimu. Biasakan selalu optimis dan tersenyum dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Agar dunia pun selalu tersenyum padamu.

3. Cerdas dalam mengendalikan emosi dan nafsu. Sehingga dalam segala kondisi tidak mudah terpengaruh godaan apapun yang bisa menggelincirkanmu dalam dosa dan maksiat.

4. Sering-seringlah berbuat baik kepada siapa pun. Maka kebaikan akan kembali kepadamu.

5. Jangan apatis. Jadilah orang yang punya rasa empati meskipun saat itu tak ada orang yang mempedulikanmu.

6. Seburuk apa pun wajah, bila memiliki kecantikan batin, maka kecantikan batin inilah yang akan lebih terpancar daripada sekedar cantik secara fisik.

Oke Salma… Mama doakan semoga sukses ya kuliah di ITB dan Universitas Kehidupannya. Semoga Salma juga sehat dan bahagia selalu.

Barakallah Salma sayangku… “
Aamiin ya rabbal’aalamiin

Kulihat Salma sedang sibuk merangkum apa yang tadi telah kusampaikan. Lalu dijadikan wallpaper di smartphone-nya sebagai pengingat.

Tiba-tiba Salma beranjak dari duduknya lalu bergegas keluar dari kamar meninggalkanku tanpa berkata apa pun.

Aku terkejut melihat reaksinya yang tiba-tiba itu.

Lho, mau ke mana Salma?”

Aku pun beranjak dari kasur hangatnya Salma, lalu keluar dari kamar, mencari Salma.

“Salma, ada di mana? Lagi apa nih?”

“Sebentar Ma…, “ terdengar suara Salma dari arah dapur.

Sesekali terdengar suara sendok beradu dengan gelas. Belum sempat aku menyusulnya ke dapur, Salma sudah muncul sambil membawa segelas lemon tea hangat, lengkap dengan biskuit Marie.

Wow, terima kasih sayangku… “

“Sama-sama Ma…, ini sebagai tanda terima kasih buat Mama yang sudah kasih motivasi ke saya”

Meleleh rasanya hati ini jadinya.

Lalu kami kembali ke kamar Salma. Sambil menemaninya tidur, perlahan kuseruput lemon tea buatan Salma itu.

Rasanya tak hanya menghangatkan tenggorokan, tapi juga hatiku. Apalagi ketika malam itu kulihat Salma tidur pulas dengan wajah tanpa beban. Kuelus rambutnya dan kucium pipinya.

Ya Allah jaga dan lindungilah selalu putriku ini di mana pun, kapan pun dan dengan siapa pun. Aamiin ya Allah…

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.